DPD RI Soroti Pemotongan Dana Transfer dan Dampaknya Bagi Otonomi Daerah

JakCityNews (Jakarta) — Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, menyampaikan kekhawatiran serius terhadap masa depan otonomi daerah menyusul prediksi penurunan drastis Dana Transfer ke Daerah (TKD) serta implikasi sejumlah undang-undang baru terhadap kewenangan pemerintah daerah.
Karenanya DPD RI melakukan kunjungan Kerja (Kunker) ke Ternate dalam rangka inventarisasi materi pengawasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan berharap menghasilkan solusi optimal serta menjawab isu aktual terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Terutama terkait dampak berkurangnya dana transfer ke daerah (TKD), semoga ekonomi segera pulih sehingga dana transfer bisa kembali normal,” ujar Tamsil Linrung, di Ternate, Maluku Utara, Senin (17/11/25).
Tamsil menambahkan, penurunan anggaran TKD untuk Provinsi Maluku Utara pada tahun 2026, yang diprediksi mencapai 50 persen dibandingkan tahun 2025, menjadi perhatian utama. Penurunan ini dinilai mengancam kemampuan daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik dan pembangunan berkelanjutan.
“Pemda merupakan instrumen penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Penyesuaian regulasi ini harus mendorong inovasi dan reformasi kebijakan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memperhatikan kearifan lokal, guna mendukung kemandirian fiskal,” tegas Tamsil Linrung.
Sementara itu, Ketua Komite I DPD RI, Andi Sofyan Hasdam, menambahkan bahwa selama sepuluh tahun pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2014, muncul sejumlah undang-undang yang berdampak signifikan pada pelaksanaannya.
“Ada lima undang-undang yang berdampak pada pelaksanaan UU Pemerintahan Daerah: UU Cipta Kerja, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), UU Ibu Kota Negara, UU Minerba, dan UU Kesehatan,” kata Andi Sofyan.
Sementara Sekdaprov Maluku Utara Samsuddin A. Kadir Samsudin menjelaskan, pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH oleh pemerintah pusat menyebabkan sejumlah daerah mengalami tekanan fiskal yang berat.
Akibatnya, sekitar 140 kabupaten di Indonesia terancam tak mampu melaksanakan belanja wajib, termasuk pembayaran gaji aparatur serta pembiayaan sektor pendidikan dan kesehatan
“Kita berharap melalui langkah penghematan ini, pemerintah daerah dapat tetap melaksanakan belanja wajib dengan baik, setidaknya untuk memastikan gaji pegawai dan layanan dasar publik bisa berjalan,” ujarnya. (Tim)
