Save Sangihe Island (SSI) Tuntut Rekomendasi Komnas HAM Dipatuhi Pemerintah Dan Aparat Penegak Hukum
JackCityNews (Manado) – Save Sangihe Island (SSI) menuntut rekomendasi Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk dipatuhi.
Humas SSI,Alfred Pontolondo dalam rilis tertulisnya menyampaikan bahwa Rekomendasi ini didapatkan dari hasil kunjungan enam orang yang mewakili Save Sangihe Island ke Jakarta sejak tanggal 3 -12 Juli 2022.
Berdasarkan Surat tertanggal 7 Juli 2022 dari Komnas HAM yang ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Gubernur Sulawesi Utara, Kapolda Sulawesi Utara dan Bupati Kepulauan Sangihe, untuk mematuhi Putusan PTUN Manado Nomor 57/G/LH/2021/PTUN.Mdo yang secara substansi dapat diartikan sebagai perintah hukum untuk melakukan penundaan obyek sengketa (Izin Lingkungan PT. Tambang Mas Sangihe).
“ Perintah penundaan pelaksanaan tersebut mengandung makna izin tidak berlaku sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap,” jelas Alfred.
Dijelaskan, Secara spesifik Komnas HAM meminta Menteri ESDM untuk memerintahkan pada PT. TMS untuk tidak melakukan perbuatan melawan hukum dan menghentikan sementara waktu seluruh aktivitas/kegiatan pertambangan di wilayah Kepulauan Sangihe serta mengevaluasi kembali kontrak karya antara PT. TMS dengan Pemerintah.
“Hal ini harus segera dilakukan mengingat PT TMS menunjukkan ketidakpatuhan hukum dengan tetap memasukkan alat-alat berat ke Sangihe pada tanggal 11 Juni 2022,” tegasnya.
Dan masalah ini menimbulkan ketegangan dengan warga yang berusaha menghalangi alat berat tersebut untuk masuk ke wilayah mereka.
Harus Dievaluasi
Sementara itu, Menteri LHK diminta untuk mengevaluasi kembali proses penerbitan izin lingkungan terhadap kegiatan/usaha pertambangan PT.TMS.
Mengevaluasi kembali penerbitan dan penyetujuan AMDAL PT. TMS dan melakukan pemetaan potensi dampak lingkungan, serta penanganan terhadap aktivitas penambangan ilegal di seluruh wilayah Kepulauan Sangihe.
Ditambahkan, Komnas HAM juga meminta Menteri Kelautan dan Perikanan RI untuk mengkaji dan membahas secara komprehensif terkait dugaan pelanggaran terhadap UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta mengevaluasi setiap permohonan izin yang berkaitan dengan pemanfaatan Kawasan pesisir dan ruang laut berkaitan dengan aktivitas PT. TMS.
“Luas Pulau Sangihe yang 736 ribu kilometer persegi, masuk dalam kategori pulai kecil, sehingga seharusnya tidak boleh dilakukan penambangan di sana,” jelas Aktifis 98 itu.
Gubernur Sulawesi Utara diminta untuk mengevaluasi kinerja jajaran OPD Provinsi Sulawesi Utara yang berkaitan dengan proses penerbitan izin teknis PT. TMS yang tidak sesuai prosedur, memastikan kepentingan dan keadilan bagi semua pihak dan menghormati putusan hukum dan meminta PT. TMS untuk menghentikan aktivitas pertambangan di lapangan, dan mengambil peran aktif untuk meredam/menghentikan gejolak penolakan/protes warga secara dialogis dan humanis.
Komnas HAM juga meminta Kapolda Sulawesi Utara untuk mengambil Langkah dan upaya responsif dan strategis terkait penanganan gejolak penolakan aktivitas tambang PT. TMS di Kepulauan Sangihe dengan pendekatan persuasif, memastikan dihentikannya seluruh aktivitas pertambangan PT. TMS, mengedepankan netralitas dalam konteks memberikan pengawalan terhadap proyek/obyek vital dengan menjamin rasa aman warga, melakukan penertiban terhadap seluruh tambang tidak berizin di seluruh wilayah Sangihe.
Yang terakhir, pada Bupati Sangihe, Komnas HAM meminta untuk berperan aktif menangani gejolak penolakan aktivitas tambang PT. TMS di Sangihe untuk memastikan tidak terjadinya konflik sosial, membuka ruang penyampaian aspirasi masyarakat melalui forum musyawarah, memastikan dihentikannya seluruh kegiatan PT. TMS, dan menyiapkan program ekonomi kreatif lain sesuai dengan potensi Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagai alternatif pengembangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pengganti pertambangan.
Rekomendasi ini muncul sebagai respon dari kunjungan Komnas HAM ke Pulau Sangihe pada bulan Maret 2022.
Di Sangihe, Komnas HAM menemui masyarakat, pendeta, para Kepala Kampung, Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud, melakukan dialog dengan pengurus badan adat, serta berdiskusi dengan Politeknik Nusa Utara.
“Semua yang ditemui oleh Komnas HAM memberikan respon yang sama terhadap kehadiran PT. TMS yaitu menolak keras penambangan emas di pulau mereka,” tutur Alfred Pontolondo.
Masyarakat berhak menentukan nasibnya sendiri. Selama ini masyarakat Sangihe hidup dari menjadi nelayan dan bertani, keberadaan tambang di pulau mereka tidak membawa kemakmuran bagi rakyat, melainkan hanya untuk segelintir orang saja.
Yang sudah jelas akan terjadi adalah potensi kerusakan lingkungan, hilangnya lahan untuk digarap, serta potensi konflik sosial di Sangihe.
Di dalam kunjungannya selama sepuluh hari, SSI melakukan audiensi dan advokasi ke berbagai kementerian, Lembaga dan organisasi seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, aksi damai di Ditjen ESDM, acara Kamisan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PP Muhammadiyah yang sudah sejak awal ada komitmen dengan SSI, Kementerian Dalam Negeri, nonton bareng film Sangihe Melawan di Baca di Tebet, dan berbagai kegiatan lain. (edl/eles)