Wadas dan Penanganan Pembangunan Secara Pancasilais
Pembangunan adalah cara sebuah negara yang meliputi upaya politik dan sosial yang dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat. Pembangunan dilakukan untuk menjawab tantangan persoalan eksistensial serta keberlangsungan negara dan kehidupan masyarakat.
Untuk itu kemudian pembangunan adalah proses yang berlangsung secara terus menerus yang dilakukan oleh negara untuk memastikan bahwa kehidupan tumbuh dan berkembang secara terencana dan terukur (by plan and measurable).
Perencanaan dan penetapan indikator keberhasilan pembangunan yang baik dapat dijadikan alat untuk mengukur tingkat kemanfataan dan risiko pembangunan.
Namun demikian pembangunan yang sudah direncanakan dan ditetapkan tidak berada dalam ruang hampa. Pembangunan berada pada ruang hidup yang kompleks termasuk di dalamnya sistem politik dan sosial yang dinamis.
Hambatan dan tantangan selalu hadir dalam prosesi pembangunan baik secara struktural maupun sosial. Secara struktural umumnya berkaitan dengan konsensus politik tentang filosofi, visi, misi dan substansi dari pembangunan yang telah direncanakan dan ditetapkan. Demikian pula secara sosial berkaitan dengan persepsi, akseptabilitas dan akses masyarakat pada proses pembangunan itu sendiri.
Secara kumulatif rumusan hubungan struktural dan sosial tersebut mewajibkan setiap pembangunan yang dilakukan akan mampu mendongkrak modalitas bagi tumbuh dan berkembangnya suatu negara. Bukan malah sebaliknya, pembangunan yang dilakukan akan melemahkan modalitas negara dalam jangka sedang maupun panjang.
Persoalan pembangunan proyek strategis nasional waduk di kabupaten Purworejo merupakan salah satu contoh bagaimana suatu proyeksi pembangunan yang direncanakan dan ditetapkan berada pada dinamika ruang sosial dan struktural.
Dinamika itu bergerak pada pendulum optimisme dari sisi visi, misi dan substansi pembangunan waduk yang diproyeksikan akan mampu memelihara tumbuhnya sektor ekonomi masyarakat dari sisi kemanfaatannya.
Namun demikian proses pembangunan itu sendiri masih menyisakan persoalan yang berkaitan dengan isu ganti rugi, lingkungan hidup dan masa depan warga yang mesti dicarikan solusi secara cerdas dan bermanfaat (cermat). Jalan keluar yang akan mencegah hambatan dan keberlanjutan dari pembangunan bendungan itu sendiri.
Sebagai negara dengan ideologi pancasila penanganan persoalan dan pengelolaan pembangunan di Negara Kesatuan Republik Indonesia semestinya dilakukan menggunakan pendekatan musyawarah untuk mencapai mufakat. Proses yang menempatkan warga secara egaliter dan adil bersama dengan pelaksana pembangunan.
Baca juga :
- Petrokimia Bertekad Pertahankan Gelar, TNI AL Ingin Bermain Tanpa Beban
- Putra Indomaret Akan Hadapi LavAni di Grand Final
- Putri TNI AL Dampingi Petrokimia di Grand Final, Usai Kalahkan Bank Jatim
- Indomaret dan LavAni Tinggal Selangkah Lagi ke Grand Final
- Petrokimia Gresik Menjadi Tim Pertama yang Lolos ke Grand Final
Bagi mereka yang masih belum bersepakat dan memiliki alasan yang logis dan otentik, mendapatkan hak ruang untuk berdialog dengan pelaksana pembangunan. Sebaliknya pelaksana pembangunan memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan secara baik, faktual dan terbuka untuk melahirkan konsensus bersama yang akan menguntungkan bagi semua pihak.
Para founding fathers telah meletakan Pancasila dan menjadikannya nilai pokok dari seluruh proses pembangunan negara republik yang merdeka dan berdaulat.
Sebagai negara korban imperialisme dan kolonialisme, para pendiri bangsa merasakan betul dampak dari strategi pembangunan jaman kolonial yang dilakukan oleh Belanda maupun Jepang yang mengedepankan ekploitasi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Penanganan pembangunan semestinya mengikuti nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dimana menempatkan pembangunan nasional sebagai sarana untuk membangun peradaban bersama antara pemerintah dan masyarakatnya demi terwujudnya negara berkesejahteraan (wellfare state) dan negara yang beradab (civilized state). Sebagaimana cita cita dan tujuan pokok Indonesia merdeka yang tampak dari input, process, output dan outcome dari pembangunan itu sendiri. (*)