Di Beranda Istana Alhambra (13 – Tertegun di Depan Gerbang Benteng Alcazar Sevilla)
JakCityNews (Spanyol) – Kota Sevilla merupakan ibukota provinsi otonomi khusus wilayah Andalucia, yang berada di Spanyol bagian Selatan, yang jaraknya sekitar 530 kilometer dari Madrid.
Wilayah otonomi ini melingkupi delapan provinsi, antara lain: Sevilla, Cordoba, Malaga, Granada, Almeria, Hueva, Jae’n, dan Ca’diz. Sevilla merupakan provinsi terpadat dari 17 provinsi dan menjadi daerah otonomi terbesar kedua yang dimiliki negeri Matador ini.
Banyak orang tidak bisa membedakan antara Andalusia di masa Islam dengan Andalucia saat ini. Andalusia di masa Islam merupakan seluruh wilayah Iberia yang melingkupi Spanyol dan Portugal saat ini. Sedangkan Andalucia saat ini hanya merupakan satu wilayah otonomi yang melingkupi sejumlah provinsi yang berada di wilayah Spanyol bagian Selatan.
Jumlah imigran Arab di Sevilla yang berasal dari negara-negara di Kawasan Afrika Utara cukup besar, terutama yang berasal dari Maroko yang secara geografis sangat dekat.
Karena itu, tulisan-tulisan berbahasa Arab sering kita temui di tempat-tempat umum. Kalau di daerah otonomi khusus Catalonia yang berada di wilayah Spanyol bagian Utara pengumuman diberikan dalam tiga Bahasa: Spanyol, Inggris, dan Perancis, maka di daerah ini pengumuman diberikan dalam Bahasa: Spanyol, Inggris, dan Arab.
Aku dan Iqbal kembali difasilitasi KBRI untuk mengunjungi wilayah yang banyak diwarnai oleh nilai-nilai Islam dan budaya Arab ini. Pada masa jayanya saat berada di bawah penguasa Muslim, kota-kota yang berada di wilayah ini lebih ramai dan lebih maju dibanding kota-kota yang berada di wilayah utara.
Universitas-universitas, perpustakaan, dan pusat-pusat seni, sangat modern di zamannya, sehingga mengundang banyak ilmuwan Eropa untuk menimba ilmu, pedagang dari seluruh dunia untuk mengadu nasib, dan seniman untuk unjuk kebolehan.
Sampai sekarang citarasa Arab dan Islam masih sangat kental biia dilihat dari arsitektur bangunan, makanan, musik dan tari, serta kosa kata yang diadopsi menjadi bagian dari Bahasa Spanyol.
Q: “Apa sebenarnya tujuanmu mengunjungi wilayah ini?” kata Iqbal sesaat setelah mobil bergerak keluar kota Madrid.
A: “Aku mau menemui Abraham, nama yang direkomendasikan oleh Atase Pendidikan di KBRI, dengan harapan akan mendapatkan penjelasan yang detail tentang kondisi Umat Islam di Spanyol saat ini, kebijakan negara, dan sikap pemerintah terhadap berbagai kelompok minoritas yang ada,” jawabku datar.
A: “Abraham adalah pemimpin Yayasan Foundacion Mezquita de Sevilla yang menaungi kelompok minoritas Muslim asli orang Spanyol. Aku ingin mendengar darinya secara langsung, bagaimana hubungan penguasa dengan penduduk minoritasnya, juga kebijakan negara terhadap persoalan agama yang sangat sensitif di negara manapun. Aku tidak mau keliru mengambil sikap yang dapat membuat agendaku Interfath Dialogue menjadi berantakan”.
Baca juga :
- Petrokimia Bertekad Pertahankan Gelar, TNI AL Ingin Bermain Tanpa Beban
- Putra Indomaret Akan Hadapi LavAni di Grand Final
- Putri TNI AL Dampingi Petrokimia di Grand Final, Usai Kalahkan Bank Jatim
- Indomaret dan LavAni Tinggal Selangkah Lagi ke Grand Final
- Petrokimia Gresik Menjadi Tim Pertama yang Lolos ke Grand Final
Iqbal hanya diam mendengarkan penjelasanku yang panjang lebar tanpa komentar, hanya sekali-sekali saja ia bertanya. Mungkin ia sedang lelah, atau mengantuk, atau tidak tertarik dengan tema dan ceritaku yang sering panjang lebar tentang interfaith. Aku sebenarnya curiga jangan-jangan ia tidak tertarik dengan gagasanku yang satu ini, akan tetapi ia mampu menutupinya semata karena tidak ingin mengecewakanku.
Meskipun demikian, aku juga tidak mau kompromi dan aku tidak ingin berdebat dengannya. Karena itu, aku juga pura-pura tidak tahu dan menghindar untuk menanyakan sikap dinginnya terhadap isu yang satu ini.
Mobil yang disopiri Rizki yang bekerja sebaga local staff di KBRI Madrid terus bergerak kencang di jalan bebas hambatan yang mulus dan gratis. Dua kali kami berhenti di rest area, masing-masing tidak lebih dari setengah jam, sekedar untuk minum kopi dan memberikan kesempatan sopir istirahat. Rest Area jalan bebas hambatan di Spanyol tidak sebesar di Indonesia, juga pilihan makanan atau minumannya terbatas. Akan tetapi, tempatnya cukup bersih termasuk toiletnya, serta cukup nyaman untuk istirahat setelah perjalanan jauh. Beberapa rest area dilengkapi dengan penginapan.
A: “Setelah bertemu Abraham, apa yang bisa kita lihat di Sevilla?¨ kataku memulai pembicaraan kembali.
Q: “Banyak, tapi yang wajib hanya dua,” jawab Iqbal singkat.
Aku perhatikan wajahnya seperti masih mengantuk, lalu aku sodorkan coklat kesukaanku yang diselipkan Ipah bersama termos kecil yang isinya kopi susu yang sering Aku bawa, khususnya saat ke luar kota. Aku memiliki kebiasaan minum Capucino sesudah makan siang, dan kopi susu yang ku bawa hanya sebagai cadangan jika aku tidak bisa memperoleh Capucino.
Q: “Katedral Giralda dan Istana Alcazar, keduanya sudah dimasukkan ke dalam daftar warisan dunia oleh UNESCO,” kata Iqbal dengan suara yang mulai sedikit bergairah.
A: “Kita prioritaskan bertemu Abraham terlebih dahulu, setelah itu baru yang lain,” komentarku dengan nada mengingatkan.
Kantor Abrahim berlokasi di Gedung yang berhimpitan dengan gedung-gedung lain yang menjadi bagian dari kota tua Sevilla.
Kota tua merupakan bagian dari daya tarik wisatawan yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam negri Spanyol. Karena itu, di depan kantor Abrahim ramai sekali lalu-lalang pejalan kaki dengan beragam bangsa. Aku memberikan salam saat memasuki pintunya. Seorang laki-laki tanpan, tinggi, dengan berewok tebal, menjawab salamku, sembari tersenyum ramah.
”Welcome to Sevilla, I am Abraham,” katanya dengan dialek Spanyolnya yang khas, sembari mengulurkan tangan kanannya.
Di masa pandemi, aku selalu menghindar atau menolak untuk bersalaman, tetapi kali ini aku terpaksa menerimanya.
“Como estas?” yang berarti apa kabar dalam Bahasa Spanyol, Aku gunakan untuk memulai dialog agar lebih akrab, untuk memberikan perhatian yang besar kepada bangsa dan negaranya.
“Alhamdulillah, muy bien,” jawabnya yang berarti sangat baik.
Dari info yang aku kumpulkan sebelumnya, Abraham adalah salah seorang cendekiawan Muslim terkemuka di Spanyol. Orangnya ramah dan antusias bila diajak bicara tentang umat Islam, baik yang berada di negarnya, maupun di negara lain. Ia sudah beberapa kali mengunjungi Indonesia dan Malaysia. Ia sangat terkesan dengan keramahan dan budaya Melayu yang santun, dan Ia juga sangat kagum dengan perkembangan Islam di Indonesia.
Aku digiring menuju lemari kaca yang berisi koleksi berbagai cindramata yang ia peroleh dari sejumlah tokoh dan organisasi Islam di Indonesia. Ia menceritakannya dengan bangga dari siapa saja ia peroleh koleksi cindramatanya. Setelah itu, Aku dan Iqbal digiring menuju ruangan yang cukup besar menyerupai kelas, tempat yang digunakan untuk mengajar anak-anak dan ibu-ibu mengaji.
Kami kemudian bergerak lagi ke arah ruang besar yang digunakan untuk shalat berjamaah lima waktu.
“Tempat ini juga difungsikan untuk shalat Jum’at. Karena luas ruangan yang terbatas dan arah gedung tidak menghadap ke kiblat, maka arah shalatnya tidak parallel dengan bentuk ruangan, sehingga karpet yang digunakan sebagai alasnya diberikan tanda agar saat shalat jamah benar-benar menghadap kiblat,” ujar Abraham menjelakan.
Ia kemudian melanjutkan: “Gedung ini sumbangan dari Pesepakbola yang pernah memperkuat klub Tottenham Hotspur dan Sevilla FC, yakni Frederic Kanoute yang berasal dari Mali. Hasil dari keringatnya di lapangan bola, ditambah penggalangan dana yang dilakukannya melalui kampanye #Kanoute4SevilleMosque tahun 2019. Masjid ini merupakan salah satu dari sekitar lima belas masjid yang berada di Sevilla.”.
Setelah menawarkan kopi atau teh, kami duduk bertiga di ruangan dengan kursi sederhana yang dilengkapi dengan meja. Abraham lalu mempersilahkan kami dan memberi kesempatan barangkali ada yang ingin ditanyakan.
A: “Bagaimana sikap pemerintah tergadap minoritas Muslim di sini?” aku bertanya dengan tak sabar dan tanpa basa-basi , langsung pada tema inti.
B: “Konstitusi kami tidak mengatur persoalan agama. Karena itu pemerintah tidak ikut campur terhadap urusan agama. Urusan agama diserahkan sepenuhnya kepada penganut agama masing-masing, baik yang mayoritas maupun minoritas tidak ada perbedaan,” jawab Abraham hati-hati dan tidak langsung.
A: “Bagaimana sikap para penguasanya?” aku berusaha mengejar.
B: “Para pejabat di Spanyol pada umumnya baik, walaupun mayoritas penduduk di sini beragama Katolik bila dilihat dari KTPnya, akan tetapi dalam kehidupan nyata mayoritas masyarakat bersikap Agnostik, dalam pengertian religius akan tetapi tidak terlalu taat terhadap ritualnya. Jumlah yang sekuler dalam arti tidak menganggap penting agama dalam menjalani kehidupan juga cukup besar.”
A:“Lalu bagaimana hubungan antar ummat beragama?”
B: “Tiga rumah dari sini adalah rumah ibadah penganut Katolik. Kami sangat akrab dengan pengelolanya , saling menyapa, dan saling mengunjungi.”
A: “Bagaimana dengan isu Islamophobia?”
B: “Di Spanyol, tidak terlalu menonjol masalah ini, agak berbeda dengan di sejumlah negara Eropa lain yang para politisinya memainkan isu agama untuk mendapatkan dukungan secara instan”.
A: “Bagaimana dengan pembangunan rumah ibadah, apakah ada kesulitan?”.
B: “Tidak ada sama sekali, asal kita punya uang maka kita bisa membangunnya di mana saja kita mau”.
Mendengar penjelasan ini bukan saja aku merasa lega, akan tetapi juga kagum kepada para pejabat di negri Matador ini dan kedewasaan masyarakatnya.
A: “Sekarang kita masuk pada tema yang lebih luas,” kataku memberi isyarat.
A: “Bagaimana pendapatmu tentang situasi global saat ini, dan bagaimana nasib umat Islam di berbagai belahan dunia ?”.
B: “Ummat Islam sebaiknya berfikir apa yang bisa dikontribusikan pada lingkungan dimana mereka berada, apakah terkait pendidikan, kehidupan sosial, sebagaimana dilakukan umat Islam di Indonesia. Menurut saya, meskipun persoalan ibadah mahdah tetap penting, akan tetapi umat Islam harus juga kembali menekuni sain dan teknologi yang sangat diperlukan bagi kehidupan bersama, sebagaimana dilakukan dahulu oleh leluhur Kami di Andalusia.”
B: “Kita sebaiknya berfikir bagaimana memberi, dibanding hanya menuntut dan meminta. Bukankah Rasulullah mengajarkan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Kita juga seringkali menghabiskan waktu untuk menyalahkan orang lain atau mencari kambing hitam, dan lupa melakukan instrofeksi diri.”
Azan tanda akan dimulainya shalat Jum’at dikumandangkan, kami lalu bergerak ke ruang shalat. Khutbah Jum’at disampaikan dalam Bahasa Spanyol. Usai shalat Aku dan Iqbal dikenalkan pada Khatib dan Imam Shalat Jum’at siang itu, yang ternyata paman Abraham bernama Ustad Abdul Gani. Aku bertanya apakah beliau ingin kami menggunakan Bahasa Inggris atau Arab.
“Arab saja,” katanya.
Kami lalu berdialog singkat dalam Bahasa arab, ia menjelaskan bahwa dirinya merupakan generasi Muslim pertama yang berdarah Spanyol asli. Ustad Abdul Gani tidak pernah belajar di Timur Tengah. Wajahnya bersih, tampilannya tenang berwibawa, aku lalu minta didoakan agar studiku lancar, programku bisa berjalan sukses. Ia berdoa dalam Bahasa Arab dan aku mengamininya.
Kami lalu makan siang di Restoran Maroko Bernama: Arabesca dengan menu serba kambing yang enak sekali. Usai makan kami lalu berjalan kaki arah Alcazar.
“Kata Alcazar berasal dari Bahasa Arab ´Al Qaser´ yang berarti istana,” kata Abraham yang bertindak sebagai guide.
Saat tiba di depan Katedral La Giralda, Abraham menjelaskan bahwa Giralda menjadi simbol kota Sevilla sampai sekarang. Katedral bergaya Gotik tersebut mulai dibangun pada tahun 1433, setelah umat Islam terusir dari kawasan ini.
Abraham kemudian mengarahkan telunjuknya ke menara yang tingginya 101 meter sambil menjelaskan: “Perhatikanlah menara tersebut duapertiga dari bawah merupakan bekas Menara Masjid Almohad yang diratakan dengan tanah. Sedang sepertiganya yang berada di bagian atas yang diisi lonceng merupakan bangunan yang ditumpangkan, kemudian bagian puncaknya diletakkan patung perunggu penunjuk arah yang diberi nama Giraldillo.”
Sambil melangkahkan kaki Abraham memberikan isyarat, ”Ayo kita mendekat ke gerbang masuknya”.
Saat sudah dekat, ia menjelaskan, ”Lihatlah bentuknya, lengkungannya menunjukkan gaya arsitektur khas Arab. Ia merupakan bekas pintu gerbang masjid”.
Kemudian Abraham lebih mendekat lagi dan menempelkan telunjuknya ke pintu yang terbuat dari besi, sambil menjelaskan, ”Dilihat sekilas tidak akan tampak, akan tetapi jika diperhatikan maka akan terlihat ukiran besi ini berbunyi; Al Mulk Lillah wa Al Baqa Lillah’ yang artinya bahwa Kerajaan ini Milik Allah dan yang kekal hanya Allah”.
“Wah kalimat yang luar biasa, disamping maknanya sangat dalam, juga pesannya tetap relefan sampai sekarang. Kalimat Mutiara ini sejalan dengan ayat Al Qur’an surah Al Imran, ayat 26,” komentarku spontan yang kalau diterjemahkan secara bebas berbunyi; “Sesungguhnya milik Allah kerajaan langit dan bumi, Allah memberikan sebagian kekuasaannya kepada siapa yang dikehendaki, kemudian mengambil kembali dari siapa yang dikehendaki, Allah memuliakan siapa yang dikehendaki, dan Allah menghinakan siapa yang dikehendaki, di tanganNya lah segala kebaikan, sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu,” komentarku.
“Yok kita ke Istananya,” katanya sambil menyusuri jalan di pinggir benteng yang tinggi dan kokoh.
Aku tertegun saat berada di depan gerbang masuknya. Bentuknya kombinasi antara bentuk benteng Eropa yang kokoh dengan lengkungan bentuk pintu Arab yang sangat indah. Warna dindingnya dikombinasi antara merah dan krem dengan simbol singa di atasnya. Aku lalu minta Iqbal untuk mengambil gambar diriku berdiri di depannya dengan menggunakan HP.
Kami berkeliling di dalam kompleks Istana. Kemegahan bangunannya masih tampak, keindahan aritekturnya yang khas masih terasa, taman dan air mancur tampak di berbagai lokasi, membuat suasana di dalamnya hijau dan sejuk.
“Alcazar dibangun mulai tahun 713 M, setelah tentara Muslim menguasai wilayah ini. Tahun 1248 wilayah ini kembali dikuasai oleh tentara Kristen yang dikenal dengan Penaklukan Kembali atau Reconquista,” kata Abraham. Sebelum pamitan kami diajak menikmati kopi di Hotel Alfonso XIII yang bangunanya besar, mewah, dan indah sekali.
(Bersambung)