Kemnaker Dampingi CPMI Nonprosedural ke Polda

JakCityNews (Jakarta) – Kementerian Ketenagakerjaan  melalui Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan (Binariksa) mendampingi 59 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) nonprosedural untuk membuat laporan atas penguasaan paspor yang diambil sponsor (ZB) dan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (4/1/2022).

Nomor laporannya, yakni STTLP/B/42/1/2022/SPKT/Polda Metro Jaya yang ditandatangani oleh Kepala Siaga 3 SPKT, Komisaris Sri Miharti

Dirjen Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3), Haiyani Rumondang mengatakan, pelaporan ini sebagai langkah koordinasi Pengawas Ketenagakerjaan dengan institusi Polri,  mengingat proses penempatan para CPMI tersebut dilakukan oleh pemberi kerja perseorangan (rumah tangga) dan bukan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang telah memperoleh izin dari pemerintah.

“Pendampingan pelaporan ini sebagai bukti keseriusan Kemnaker menangani CPMI nonprosedural,” ujarnya.

Haiyani menilai,  ZB diduga telah melanggar Pasal 130 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang berbunyi ‘setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menguasai dokumen perjalanan atau dokumen Keimigrasian lainnya milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta’.

“ZB juga diduga telah melanggar pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman pidana penjara 3-15 tahun dan denda Rp120-600 juta bagi setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan TPPO,” katanya.

Sementara Direktur Bina Riksa Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna menyatakan pelaporan ke Polda Metro Jaya ini, juga sebagai tindaklanjut atas Sidak Satgas Pelindungan PMI, Kemnaker ke tempat penampungan PMI di Bintara, kota Bekasi, Jawa Barat, pada Senin (20/12/2021) lalu.

Baca juga :

Dalam sidak tersebut, pihaknya menemukan 59 orang CPMI yang akan diproses untuk diberangkatkan ke negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Qatar, dan Persatuan Emirat Arab (PEA) sebagai pekerja rumah tangga (domestic).

Yuli Adiratna menegaskan,  apabila penempatan CPMI tersebut terbukti ilegal, ia berharap pelakunya dapat ditindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Penegakan hukum dilakukan agar bisa memberikan efek jera kepada pelaku, termasuk siapa pun yang terlibat,” ujarnya.

Yuli Adiratna mengungkapkan ke-59 CPMI yang ditahan paspornya tersebut, 52 orang berasal dari Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat (3), Jawa Timur (2), Banten dan Sulawesi Tenggara masing-masing 1 orang.

Salah satu CPMI asal Lombok, Baiq Rahmiati (29) menegaskan dirinya kapok berurusan dengan pemberi kerja perseorangan (rumah tangga) sehingga berakibat keluar uang hingga Rp10juta.

“Saya cuma ingin paspor cepat kembali dan pulang ketemu keluarga di rumah,” ujar ibu dari tiga orang anak, yang telah meninggalkan keluarga selama tiga pekan tersebut. (Bag)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.