Dana JHT BPJS Ketenagakerjaan, Hasan Basri Nilai Pemerintah bersikap Otoriter

JakCityNews (Jakarta) – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merilis aturan baru terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada Jumat (11/2/2022).
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa dana JHT baru bisa dicairkan ketika peserta berusia 56 tahun, tertulis di Pasal 3 Permenaker tersebut.
Padahal, pada aturan sebelumnya yang termaktub dalam Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, JHT bisa diklaim setelah satu bulan usai pekerja mengundurkan diri dari tempat bekerja.
Merespon hal itu, Anggota Komite III DPD RI, Hasan Basri meminta pemerintah agar mengkaji ulang, bahkan mencabut peraturan tersebut.
“Ini adalah kebijakan yang otoriter dan sangat merugikan. Karena JHT ini terkait dengan kepentingan pekerja dan tidak terkait langsung dengan pemerintah. Tapi kemudian pemerintah melakukan kebijakan tersebut,” katanya dalam keterangan pers tertulis, Selasa, (15/2/2022).
Baca juga :
- DPR : Putusan Bebas Oknum Polisi di Kasus Pencabulan Anak Cederai HAM
- DPR Minta PTPN Ungkap Okupansi Lahan Perkebunan Puncak
- PBVSI Panggil 25 Pemain Voli Putri Untuk Persiapan Kejuaraan Dunia U-21
- Jadi Titik Krusial Mudik, Menteri ESDM Pastikan Kesiapan SPKLU di Wilayah Jateng
- Ketua DPR Tegaskan Prajurit Tetap Tak Boleh Bisnis
Anggota DPD RI asal Kalimantan Utara Hasan Basri menilai, muatan permenaker No. 2 Tahun 2022 mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi saat ini.
“Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya?” ucap Hasan Basri.
Oleh karena itu, Hasan Basri mendorong kepada pemerintah untuk mencabut peraturan tersebut sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak pada pemiskinan rakyat.
“Apalagi, gelombang PHK dan merumahkan pekerja makin besar. Akhir tahun 2021 jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK sebanyak 143.065 orang. Sementara itu, jumlah pekerja yang berpotensi dirumahkan sebanyak 1.076.242 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang berpotensi ditutup sebanyak 2.819 perusahaan,” ucap Senator asal Kalimantan Utara.(Bas/Gatt)