DPD RI Akan Kawal Penanganan Kasus Gagal Ginjal Akut Dan Perekrutan PPPK
JakCityNews (Jakarta) – DPD RI menyayangkan tingginya kasus gagal ginjal akut yang menelan korban jiwa di kelompok anak-anak. Adanya kasus gagal ginjal akut tersebut menunjukkan sistem pengawasan obat dan makanan di Indonesia masih lemah.
DPD RI menilai seharusnya kewenangan pengawasan yang berada di Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dapat mencegah munculnya kasus tersebut.
“Tentu kita menyayangkan terjadinya hal ini, Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai lembaga yang berwenang menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan keamanan, khasiat, mutu, serta pengujian obat dan makanan. Selain itu, keduanya juga memiliki kewenangan untuk melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan obat dan makanan, gagal dalam mengantisipasi potensi terjadinya fenomena gagal ginjal akut pada anak,” ucap Wakil Ketua DPD RI Mahyudin dalam Sidang Paripurna DPD RI ke-5 Masa Sidang II Tahun Sidang 2022-2023 yang digelar Rabu, (2/11/2022) di Nusantara V, Komplek Parlemen.
Adanya kasus tersebut, lanjut Mahyudin, tidak hanya berdampak pada hilangnya nyawa anak-anak Indonesia, tetapi juga berdampak pada sektor farmasi karena adanya zat etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirup anak.
Meski begitu, DPD RI mengapresiasi langkah pemerintah dalam penanganan kasus gagal ginjal akut. Salah satunya terkait pelarangan konsumsi dan distribusi obat yang mengadung etilen glikol dan dietilen glikol di masyarakat.
Untuk menindaklanjuti kasus tersebut, Pimpinan DPD RI pun meminta Komite III DPD RI untuk segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan RI dan BPOM RI terkait langkah-langkah yang telah dilakukan dalam penanganan kasus gagal ginjal akut ini.
“Khususnya terkait upaya investigasi faktor risiko penyebab kasus gagal ginjal akut, baik dari sumber obat-obatan dan potensi lainnya,” kata Mahyudin.
Selain permasalah kasus gagal ginjal akut, DPD RI juga akan mengawal komitmen pemerintah yang akan menjadikan 600.000 guru honorer untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 mendatang. (Tim)