Sultan Sebut Wacana Ubah Konstitusi Adalah Wacana Konstitusional Yang Biasa
JakCityNews (Jakarta) – Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin merespon polemik pernyataan mantan Gubernur Anies Baswedan yang mengungkapkan adanya keinginan seorang Menteri Koordinator dalam kabinet presiden Joko Widodo untuk mengubah konstitusi.
Menurutnya, wacana mengubah konstitusi sebagai hal yang konstitusional dan lumrah dalam demokrasi Indonesia. Keinginan mengubah konstitusi atau yang kita kenal dengan istilah amandemen konstitusi merupakan idea yang harusnya dihormati sepanjang tidak terindikasi mendestruksi nilai-nilai Pancasila dan Demokrasi.
“Jadi secara prinsip, tak ada yang keliru dengan keinginan seorang warga negara untuk mengubah konstitusi. Saya sebagai senator secara pribadi juga menghendaki diadakan amandemen UUD 1945 dalam rangka memperkuat kewenangan lembaga DPD RI dalam struktur ketatanegaraan”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Minggu (19/03).
Pernyataan Anies, kata Sultan, tidak perlu dipersoalkan. Seolah mengubah konstitusi adalah hal yang haram dan tidak diatur dalam konstitusi itu sendiri.
“Yang tidak boleh diubah dalam konstitusi hanya pasal terkait bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selebihnya, kita boleh menyesuaikan dengan kebutuhan bangsa saat ini”, tegas mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Lebih lanjut, Sultan menerangkan bahwa negara ini sudah melakukan amandemen sebanyak 4 kali. Bahkan bisa dikatakan amandemen telah dilakukan dengan secara fundamental dan komprehensif terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945.
Jangan sampai kita alergi dan asing dengan ide yang dijamin oleh konstitusi. Sepanjang perubahan UUD 1945 dilakukan sesuai ketentuan perundang undangan dan tidak dilakukan atas motivasi politik elit tertentu, maka wacana ini tidak perlu dipermasalahkan.
“Tapi jika ada warga negara baik secara pribadi maupun kelompok berkeinginan untuk mengubah konstitusi silahkan diusulkan ke lembaga MPR RI. Jangan sampai ide amandemen konstitusi diwacanakan dan dilakukan secara inkonstitusional dan tertutup dari partisipasi dan jangkauan publik”, tutupnya.(gsu)