Puan Dorong Evaluasi Sistem Zonasi dan Pemerataan Jumlah Sekolah

Ketua DPR RI Puan Maharani. Foto : DPR

JakCityNews — Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti carut marutnya sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menyusul ditemukannya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi. Pemerintah pun diminta melakukan pemerataan sarana dan prasarana fasilitas pendidikan guna mengurangi potensi kecurangan di sistem zonasi.

“Jika dilihat dari satu sisi, kejadian manipulasi data kependudukan ini terjadi akibat jumlah sekolah tidak berbanding lurus dengan jumlah calon peserta didik,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2023).

Setelah adanya berbagai dugaan pungutan liat (Pungli) PPDB yang terjadi di Garut, kini ditemukan kasus baru terkait PPDB 2023. Di Kota Bogor, Jawa Barat, ditemukan sekitar 300 aduan indikasi manipulasi PPDB, termasuk terkait zonasi dan jalur afirmasi.

Disdik Bogor bahkan mencoret 208 nama siswa yang disinyalir berbuat curang dalam proses penerimaan peserta didik baru jalur zonasi untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Ini lantaran mayoritas data kependudukan yang didaftarkan dalam sistem PPDB itu tidak sesuai dengan data di lapangan, alias ada dugaan dilakukannya manipulasi data kependudukan.

Selain itu, ditemukan pula siswa dari kalangan mampu yang memanipulasi agar bisa diterima di sekolah pilihannya dengan memanfaatkan kuota jalur afirmasi. Jalur afirmasi sendiri merupakan jalur penerimaan siswa untuk anak yang berasal dari kalangan keluarga ekonomi kurang mampu dan anak penyandang disabilitas.

Puan meminta Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) untuk mengevaluasi sistem zonasi. Sementara terkait jalur afirmasi, Kemendikbud diminta untuk melakukan pengawasan ketat. “Kita miris sekali dengan ditemukannya banyak manipulasi data kependudukan demi anaknya bisa diterima di sekolah pilihannya. Apalagi sampai ada anak dari keluarga berada membuat surat keterangan tidak mampu untuk mencurangi sistem penerimaan peserta didik, ” katanya.

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu menilai ada yang salah dengan sistem PPDB saat ini. Pasalnya, menurut Puan, ada berbagai persoalan yang ditemukan. “Mestinya harus ada evaluasi menyeluruh untuk mengantisipasi tindakan-tindakan curang, termasuk merajalelanya pungli-pungli di lingkungan pendidikan,” ujarnya.

Puan memahami, sistem zonasi bertujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama kastanisasi di dunia pendidikan. Kastanisasi yang dimaksud adalah pengkategorian sekolah unggulan atau favorit dengan sekolah non-unggulan. Sekolah unggulan biasanya berisikan siswa-siswa berprestasi. Sementara sekolah non-unggulan lebih banyak diisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata.

Meski begitu, kendala yang terjadi mengenai sistem zonasi itu adalah kurangnya kuota penerimaan siswa karena sekolah negeri di tiap kecamatan tidak sebanding dengan jumlah peminat. Akibatnya, banyak orang tua yang ‘menghalalkan’ segala cara supaya anaknya bisa masuk ke sekolah negeri. Baik dengan pungli, mencurangi sistem, dan melakukan manipulasi.

Untuk diketahui, jumlah sekolah negeri di bawah Kemendikbudristek pada 2022 untuk jenjang SD ada sebanyak 130.042 unit dan sekolah swasta sebanyak 18.933 unit. Untuk jenjang SMP, jumlah SMP negeri ada 23.864 unit dan SMP swasta sebanyak 18.122 unit.

Jumlah SMK negeri sebanyak 3.692 unit dan SMK swasta sebanyak 10.573 unit. Sedangkan SMA negeri berdasarkan data Statistik Pendidikan Indonesia (2020) sebanyak 6.878 unit, dan swasta sebanyak 7.061 unit.

Dengan kekurangan jumlah sekolah dan masih adanya pandangan orang tua tentang sekolah favorit, menurut Puan, hal tersebut menjadi pintu masuk kecurangan manipulasi data kependudukan. “Ketidakseimbangan antara jumlah siswa yang lulus dan kapasitas sekolah negeri yang tersedia membuat kekisruhan selalu terjadi setiap PPDB,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.