DPR Minta Empat Kementerian Sinergi Bangkitkan UMKM Indonesia

Anggota Komisi VI DPR RI, Amin AK. Foto: DPR

JakCityNews (Jakarta) – Anggota Komisi IV DPR meminta empat Kementerian untuk bersinergi guna membangkitkan UMKM yang saat ini dalam kondisi terpuruk. Sepinya penjuangan yang dialami para pelaku UMKM dipicu oleh meningkatnya penjualan barang-barang impor murah melalui media sosial dengan melibatkan para pesohor tanah air.

Amin mengatakan diperlukan campur tangan empat Kementerian untuk kembali membangkitkan UMKM dari kondisi saat ini. Ia pun menyayangkan minimnya antisipasi pemerintah sehingga kondisi tersebut terlanjur memukul para pelaku UMKM, ” katanya.

“Para pelaku UMKM itu sudah berguguran dan untuk membangkitkannya tentu tidak mudah, minimal kan ada tiga kementerian atau mungkin bisa empat kementerian yang terkait langsung dengan masalah ini, ” ujar Amin dalam Diskusi Dialektika Demokrasi dengan Tema ‘Aturan Social Commerce dan Nasib UMKM’ di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Empat Kementerian tersebut yakni Kementerian Perdagangan yang merupakan ujung tombak dalam membenahi masalah ini dengan wewenangnya membuat regulasi terkait perdagangan online secara detail. Kedua, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM) dan ketiga, Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Ia menjelaskan bahwa Kemenkop-UKM merupakan garda terdepan dalam membina dan memfasilitasi para UMKM. Sedangkan. peran Kemenperin terkait dengan industrialisasi UMKM yang ada pada Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka. Kementerian lain yang menurutnya harus ikut dalam upaya membangkitkan UMKM adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengatur kebijakan pelarangan transaksi dalam media sosial.

“Kominfo, juga harus menunjukkan keberpihakan yang nyata kepada pelaku UMKM kita. Melarang media sosial dijadikan sarana untuk jualan, sepakat. Tetapi kan nggak mungkin melarang e-commerce, ” katanya.

Anggota Komisi VI DPR lainnya Intan Fauzi mengatakan pembatasan social commerce dinilai sebagai langkah tepat. Dimana social commerce tidak boleh bertindak sebagai produsen dan melakukan transaksi.
“Yang sangat mengganggu adalah ada transaksi yang tidak jelas perusahaannya dan sebagainya,” katanya.

Karenanya, ia mendukung adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 mengingat aturan perdagangan melalui sistem elektronik, berkembang terus. “Kita mengenal Tokopedia, Shopee, Lazada dan sebagainya. Mereka memang marketplace, artinya mereka adalah pasar secara online dan di situ memang terjadi transaksi,” ujarnya. (gsu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.