BAP DPD RI: Ketimpangan dan Ketidakadilan Akar Konflik Agraria
JakCityNews (Jakarta) – Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI menilai ketimpangan dan ketidakadilan dalam hal penguasaan tanah merupakan akar konflik agraria dan sebagai persoalan yang sangat akut. Sementara di sisi lain, sekitar 68 persen tanah yang berada di wilayah Indonesia dikuasai oleh 1 persen kelompok pengusaha dan korporasi besar.
“Sebanyak 16 juta keluarga petani menggantungkan hidupnya hanya pada tanah dengan rata-rata luasan di bawah setengah hektar. Kami sangat concern dengan persoalan ini, khususnya yang terkait dengan konflik agraria, ” kata Wakil Ketua BAP DPD RI Evi Apita Maya usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
BAP DPD RI menggelar RDPU denegan perwakilan Pusat Serikat Tani dan Nelayan (PP STN) Kabupaten Muaro Jambi, para pemohon Kasasi PTPN IX dari Provinsi Jawa Tengah, perwakilan masyarakat Desa Kabalukin Kabupaten Kepulauan Aru dan perwakilan masyarakat terkait pelanggaran Peraturah Daerah (Perda) di Provinsi Kalimantan Timur.
“Kami mengundang mereka untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan terukur terkait permasalahan tersebut, kami meminta perwakilan masyarakat yang telah hadir dapat memberi pemaparan secara lebih komprehensif, ” ujar Evi.
Ketua BAP DPD RI Tamsil Linrung menyatakan perlunya informasi terkait keterlibatan dan respon pemerintah daerah. Tamsil berjanji akan merekomendasikan masalah sengketa lahan ini kepada masing-masing Anggota DPD RI sesuai Daerah Pemilihan (Dapil).
“Kami memang selalu berusaha mengambil peran agar permasalahan ini dapat terselesaikan segera. Langkah selanjutnya yang akan kami tempuh adalah berkoordinasi dengan teman-teman Anggota DPD RI sesuai Dapil agar dapat menjembatani komunikasi dengan pemerintah daerah dan khususnya dengan kantor Badan Pertanahan Nasional di daerah masing-masing,” ujar Tamsil.
Selain itu lanjut Tamsil, BAP DD RI juga akan melakukan telaah dengan tim ahli untuk selanjutnya memanggil pihak-pihak terkait untuk segera memberikan klarifikasi.
Bagas Ardhianto Saputra, sebagai Ketua dari PP STN menjelaskan, permasalahan berupa sengketa lahan antara PP STN dengan PT. Ricky Kurniawan Kertapersada (PT. RKK). Padahal PT. RKK masih memakai lahan tanpa ada legal standing yang jelas. Putusan Mahkamah Agung Nomor 105 PK/TUN/2014 telah membatalkan 682 hektar Hak Guna Usaha (HGU) milik PT RKK.
“Namun sejak 2014 sampai sekarang PT. RKK masih menggunakan lahan tersebut untuk budidaya dan permanen. Hal ini memicu bentrokan antar kelompok tani masyarakat dan kelompok tani Mitra PT. RKK,” ujar Bagas.
Terkait penjelasan dari para perwakilan masyarakat, Anggota DPD RI Abdul Hakim mengatakan seyogyanya DPD RI mampu menyelesaikan persoalan ini dengan cara tidak reguler, mengingat sengketa ini telah bergulir bertahun-tahun sehingga terkesan negara tidak hadir dan tak mampu membantu penyelesaian.
“Caranya dengan mengundang pihak terkait hadir dan menunggu klarifikasi. Saya minta BAP DPD RI segera membuat surat tertulis kepada pihak terkait, ” ujar Abdul Hakim. (gsu)