Hak Konstitusi Partai Baru Dijegal Pasal 222, Rakyat Pemilih Jangan Dirugikan

JakCityNews (Jakarta) –  Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti  menilai,  Pasal 222 dalam Undang-Undang Pemilu telah merugikan hak konstitusional para pemilih partai politik baru yang berharap ada perubahan mendasar dalam kerangka evaluasi perjalanan bangsa, dalam koridor kepemimpinan nasional. 

“Salah satu alasan lahirnya partai politik baru kan karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja partai politik lama. Sehingga diharapkan melalui partai baru tersebut, arah perjalanan bangsa dapat dievaluasi melalui pemilu, termasuk pilpres,” tandas LaNyalla saat memberikan keynote speech secara virtual di webinar yang diselenggarakan BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bung Karno (UBK), Rabu (2/3/2022).

Parpol baru, Jelas LaNyalla dalam Pilpres tahun 2024 nanti, tidak bisa menawarkan alternatif calon pemimpin bangsa. Karena dalam Pasal 222 tersebut, untuk mengajukan capres-cawapres harus punya basis suara pemilu sebelumnya.

Padahal, lanjutnya, Pasal 6A ayat (2) di Konstitusi, jelas mengatakan, setiap parpol peserta pemilu dapat mengajukan pasangan capres-cawapres sebelum pilpres dilakukan. Itu adalah hak konstitusional parpol. Tetapi nyatanya, hak konstitusi itu dimatikan begitu saja melalui Pasal 222 UU Pemilu.

“Karena jelas dalam Pertimbangan Undang-Undang Pemilu di huruf (a) dan (b), dituliskan bahwa Pemilu harus menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional seperti termaktub dalam Pembukaan Konstitusi kita,” tegasnya.

Belum lagi, ujar LaNyalla, jika membaca isi Maklumat Wakil Presiden Muhammad Hatta yang dikeluarkan pada tanggal 3 November 1945. Partai Politik memiliki kewajiban untuk memperkuat Indonesia di dalam kemerdekaannya, kebersatuannya, keberdaulatannya dan keadilan serta kemakmurannya.

Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, dari semua uraian itu sudah sangat jelas  tujuan dan maksud dari penyelenggaraan pemilu serta hakikat dari tanggungjawab partai politik sudah terang benderang. 

“Termasuk kewajiban menjangkau kepastian hukum dan integritas dalam koridor ketatanegaraan,” ujarnya.

Hadir dalam webinar Rektor Universitas Bung Karno Didik Suhariyanto, Dekan FISIP UBK  Franky P. Roring, Ketua Umum BEM UBK Ion Afriansyah, Pengamat Hukum  Ibnu Sina Chandranegara,  Politik Pangi Syarwi Chaniago, Pengurus DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dan para mahasiswa.(Bas/Gatt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.