Haji Uma : Kaji Ulang BBM Bersubsidi bagi Masyarakat Penunggak Pajak

Haji Uma (Foto : Humas DPD RI)

JakCityNews (Jakarta) – Pemerintah melalui BPH Migas akan menerapkan aturan larangan pengisian BBM Besubsidi bagi masyarakat penunggak pajak Tahun 2024 nanti. Bahkan saat ini, ada provinsi yang telah mulai menerapkan kebijakan tersebut.

Kebijakan ini ditanggapi beragam oleh berbagai pihak dan elemen masyarakat, termasuk dari anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau akrab disapa Haji Uma, Selasa (28/11/2023).

“Menurut saya, kebijakan ini disusun tanpa kajian komprehensif, terhadap dampak sosial ekonomi bagi masyarakat kecil. Tentu masyarakat kecil akan sangat dirugikan dan berdampak terhadap ekonomi daerah. Karena itu, kebijakan ini mesti dikaji ulang,” kata Haji Uma.

Uma mengakui dapat memahami tujuan pemerintah baik Pusat maupun Daerah untuk meningkatkan pendapatan melalui optimalisasi pajak dan retribusi.

Namun menurutnya, formulasi solusi untuk mencapai tujuan tersebut sangat tidak tepat dan bahkan akan menimbulkan masalah baru nantinya.
Uma juga menyebut masyarakat bukan tidak taat pajak, tapi sebagian besar masyarakat saat ini sedang dalam kondisi sulit secara ekonomi.

“Sebagian masyarakat bukan tidak taat pajak, tapi kondisi ekonomi sedang sulit. Jika hal ini tetap diterapkan akan muncul masalah baru dan membuat kondisi masyarakat kecil semakin sulit secara ekonomi dan berdampak juga bagi ekonomi daerah. Karena itu perlu dikaji ulang dan carikan solusi lain yang lebih tepat,” usul Uma.

Di sisi lain, sejauh ini pemerintah Aceh memang belum mengeluarkan aturan maupun surat edaran menindaklanjuti kebijakan BPH Migas.

Namun dipastikan, kebijakan ini akan diterapkan di Aceh ke depan, tercermin dari pernyataan Abdul Halim, anggota Komite BPH Migas saat berada di Krueng Raya, Aceh Besar (24/11/2023) lalu.

Menyikapi hal itu, Uma berharap dan meminta pemerintah Aceh dan DPR Aceh untuk mengkaji secara menyeluruh dampak sebab akibat dari kebijakan ini, terutama bagi masyarakat kecil.

Haji Uma menilai Aceh mesti mendapat pengecualian untuk mengatur diri sendiri dalam kaitan dengan kebijakan ini. Mengingat Aceh punya kekhususan tersendiri di bawah payung hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

“Aceh dengan kekhususannya di bawah payung hukum UU Pemerintah Aceh perlu mendapat pengecualian untuk mengatur dan memiliki kebijakan sendiri dalam konteks penerapan aturan ini,” ujarnya. (gsu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.