Willy Aditya Mengatakan, RUU PKS Perlu Agar Korban Dapat Perlindungan dan Keadilan

Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya menyebut RUU PKS dibutuhkan.

JakCityNews (Jakarta)- Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya menyebut RUU PKS dibutuhkan dalam ranah, pertama agar  korban untuk mendapatkan  keadilan dan perlindungan. Kedua, bagi aparat penegak hukum khususnya Polisi dan Jaksa agar memiliki legal standing dalam menindak.

“Polisi dan jaksa bekerja berdasarkan hukum positif. Kalau tidak ada hukumnya mereka tidak bisa mereka-reka. Begitu juga polisi, bekerja berdasarkan yang ada. Untuk itu kita memperjuangkan ini sebagai sebuah kebutuhan yang objektif, ”  tandas Willy, dalam diskusi memperingati Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan berema “Stop Kekerasan Seksual di Sekitar Kita” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/11/2021).

Sedianya, rapat pleno tersebut digelar pada Kamis (25/11/2021), tetapi diundur karena hanya memperoleh dukungan empat fraksi (Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, dan Fraksi PKB) dan  belum mendapatkan persetujuan dari mayoritas fraksi. Dengan jumlah tersebut, RUU TPKS dapat gugur jika rapat pleno dipaksakan digelar.  

“Kalau dilakukan pleno bisa saja, tapi kalau gagal patah sudah undang-undang ini.  Banyak contoh kasusnya, jadi banyak RUU yang patah dan itu tidak bisa lagi diusulkan,” katanya.

Baca juga :

Sebagai ketua Panja, Willy mentargetkan harus diplenokan secepatnya sebelum masa sidang ini selesai pada 15 Desember nanti.

“Kita  tetap berharap sebelum 15 Desember ini bisa diplenokan. Tidak hanya diplenokan tetapi diparipurnakan sebagai hak Inisiatif DPR,” ujar Willy.

Willy berpendapat,  saut-satunya cara yang harus ditempuh adalah mencari suara mayoritas agar draf RUU TPKS dapat ditetapkan.

“Lobi-lobi itu dilakukan pengusul dan oleh beberapa kelompok-kelompok yang concern lah, itulah yang paling penting. Sekarang medianya lebih banyak kepada untuk melakukan lobi-lobi politik lintas fraksi,” ujar Willy.

Sementara itu,  Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Abby Gina Boang Manalu menyebut tingginya kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah menjadi fenomena gunung es. Masyarakat menantikan regulasi yang komprehensif untuk melindungi korban-korban kekerasan seksual.

“Data Komnas Perempuan mengungkapkan, kekerasan seksual merupakan kasus yang paling banyak jumlahnya dan  tertinggi dibanding kekerasan yang lainnya. Harapan dari masyarakat bagaimana ada sebuah hukum yang mengatur dan menangani hal tersebut secara komprehensif karena dari berbagai data menunjukkan banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang sulit diproses, ”  ujar Gina. (Bag)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.